Bunga Hoya, Tanaman Langka yang Mulai di Budidaya
MAGELANGEKSPRES.COM,Tanaman Hoya (Hoya Carnosa) memang asing di telinga orang awam. Hal tersebut wajar, karena spesiesnya memang langka. Meski demikian, di luaran sana, nama tersebut mulai familiar terdengar dan diperbincangan penggemar bunga langka. Perbukitan Kecamatan Bruno, Purworejo menyimpan potensi luar biasa. Salah satunya di bidang tanaman hias yakni dengan keberadaan tanaman anggrek maupun hoya yang hanya ditemukan di tempat ini. Khusus hoya yang sangat mirip dengan anggrek ini diyakini ada 14 jenis yang berkembang di Kecamatan Bruno. Tampilan bunga hoya sangat khas dan cantik. Walaupun memiliki kekhasan, bunga ini belum banyak dikenal oleh masyarakat, khususnya di Kabupaten Purworejo. Padahal tanaman ini sudah sangat dikenal di Indonesia maupun dunia. Sri Susanti, pembudidaya hoya di Desa Kaliwungu, Bruno mengungkapkan, dirinya baru setahun terakhir mengembangkan tanaman yang harus hidup menempel di tanaman lain ini. Dia menjelaskan, tanaman ini termasuk dalam tanaman menjalar yang kerap disebut liana dan tanaman dikotil. Dibandingkan anggrek, hoya dikategorikan bunga majemuk karena memiliki banyak bunga interior dalam satu batang. Bagi penyuka tanaman ini, ketertarikan sebenarnya tidak hanya di bunganya saja. Jika bunga banyak ditilik dari warna, bentuk dan adanya bulu yang terletak pada permukaannya. Sementara daun juga memilki kecantikan karena bentuknya bervariasi. Bentuk dasar bunga seperti bintang menggerombol, tersusun dalam tandan berbentuk payung. Mempunyai corona mahkota tambahan yang termodifikasi. Helaian bunganya tebal dan pada jenis hoya tertentu menebar aroma harum. Warna bunga hoya yang biasa dijumpai di pasaran adalah yang berwarna pink, sedangkan warna lainnya seperti warna merah darah, orange, abu-abu dan belang-belang masih sulit dijumpai karena belum banyak yang membudidayakan. Khusus hoya yang ada di Bruno, Susanti menyebut dia memiliki 11 jenis. Yang lainnya belum ditemukan karena untuk mendapatkan juga pekerjaan yang tidak mudah. “Yang biasa mencari itu suami saya. Kalau saya jarang ikut berburu masuk ke dalam hutan,” kata Sri Susanti, kemarin. Dibandingkan dengan angrek, perawatan hoya relatif lebih mudah. Proses perbanyakan juga tidak terlalu sulit dan bisa mulai tumbuh akar mulai dari usia dua minggu hingga satu bulan. Soal harga, Susanti enggan berterus terang. Hanya dia menyebut jika untuk hoya yang masih jarang seperti halnya yang ada di Bruno memiliki nilai jual lumayan tinggi. Hal ini dikarenakan masih sulitnya orang untuk bisa mendapatkannya. “Tanaman ini sudah sangat dikenal di luar. Tapi untuk Purworejo memang belum banyak dikenali. Dinas-dinas di Purworejo yang bersinggungan dengan kami juga banyak yang tidak tahu,” tambahnya. Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas dan Promosi Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Purworejo Dyah Woro Setyaningsih menyebutkan, adanya tanaman hoya itu menjadi sebuah kekuatan yang bisa dijadikan daya tarik wisata. Pihaknya sendiri telah memberikan beberapa gambaran mengenai destinasi wisata yang ada di Purworejo, termasuk beberapa potensi pendukung lain. “Kami berharap pengelola desa wisata bisa memiliki keunggulan sendiri agar wilayahnya lebih dikenal dan bisa mendatangkan pengunjung. Nah, salah satunya seperti tanaman hoya ini, karena masih banyak orang yang penasaran,” kata Woro. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: